Rabu, 24 September 2014

RPG-7: Rahasia Di Balik Kelemahan dan Keunggulan Granat Berpeluncur Roket Terpopuler

onur-coban-libya-frontline-17
Bicara tentang battle proven dan popularitas, RPG-7 (Rocket Propelled Grenade) hingga kini masih menjadi senjata jawara untuk unit infanteri, milisi, pemberontak, hingga teroris. Dikenal bandel, punya sistem kerja sederhana, mudah dalam perawatan, dan punya fleksibilitas hulu ledak, menjadi magnet tersendiri untuk permintaan RPG-7, termasuk senjata ini dipercaya sebagai senjata bantuan infanteri (senbanif) untuk Korps Marinir TNI AL.
Bicara keunggulan suatu senjata, tentunya juga ada sisi kelemahan. Untuk RPG-7 yang sering jadi langganan atribut film-film action, titik perhatian pertama ada di soal hulu ledak, RPG-7 yang hulu ledaknya mencuat keluar, plus pin pengamannya yang harus dilepas saat hendak ditembakkan, menjadikannya bom hidup yang dibawa kemana-mana saat prajurit berpindah tempat. Biarpun dircancang aman untuk dijatuhkan ke permukaan dari ketinggian tiga meter, tapi siapa bisa menjamin proses manufaktur dan penyimpanan di lapangan bisa memadai untuk menjaga kualitasnya? Dengan kata lain, pemeliharaan oleh pengguna saat digunakan di lapangan, tetap mempengaruhi efektifitas RPG saat hendak digunakan.
Masih di seputaran hulu ledak, Konon menurut hasil pengujian AD AS di Jerman pada medio 1980-an, sumbu pada hidung RPG-7 sangat sensitif dan bisa terpicu hanya akibat bertemu dengan benda keras. Belum lagi ancaman sekunder, misalnya hulu ledak yang mencuat bisa dijadikan sasaran tembak oleh sniper, sehingga saat meledak akan membunuh rekan-rekan penembak RPG-7 yang ada di sekitarnya. Kelemahan lain RPG-7 adalah booster berbahan selulosa yang rawan kelembapan.
KormarRPG
Struktur RPG-7
Struktur RPG-7

Akan tetapi, bukan berarti RPG-7 bisa takluk begitu saja. Nyatanya RPG-7 masih punya jurus andalan. Berkat hulu ledaknya yang nongol, RPG-7 memiliki jumlah hulu ledak yang jauh lebih variatif untuk berbagai aplikasi. Ini menghasilkan satu sistem senjata yang aplikatif untuk berbagai keperluan, yang berujung pada murahnya biaya penggelaran dibandingkan harus menurunkan berbagai sistem roket panggul dengan tujuan yang sifatnya spesifik. Pada gilirannya, fleksibilitas untuk pengaplikasian hulu ledak menjadi salah satu faktor mengapa RPG begitu dimintai, terutama oleh negara berkembang yang memiliki kantong pas-pasan dan kelompok gerilyawan.
Lebih detail pada soal fleksibilitas, seorang penembak RPG dapat menyesuaikan antara hulu ledak yang dibawanya dengan karakter misi yang diembannya. Mau melawan tank? Beroperasi dalam perang urban? Menyerbu basis infanteri? Penembak RPG-7 dapat memadukan hulu ledak PG-7, OG-7, dan PG-7VR secara fleksibel bergantung pada jenis sasaran. Sementara peluncur roket sekali pakai (disposable) biasanya hanya disediakan berupa hulu ledak serbaguna seperti HEAT (high explosive anti tank), yang walaupun sifatnya multpurpose, tetap tidak bisa maksimal dalam tiap tujuan penggunaanya.
Lain dari itu semua, pemahanan akan spesifikasi hardware, keterampilan prajurit dan taktik mengoperasikan sistem senjata menjadi elemen terpenting. Dengan kematangan, latihan yang cukup dan pengetahuan memadai, bukan mustahil setiap kekurangan dari peluncur roket dapat diatasi, atau bahkan bisa disulap menjadi suatu keunggulan dalam medan pertempuran. Istilah yang tepat untuk hal ini adalah the man behind the gun.

Disposable vs Reusable
Meski tidak terlalu menonjol, militer Indonesia sejak lama telah mengenal penggunaan senjata anti tank berbasis roket, seperti RPG-2, LRAC 89, C90-CR, Armbrust, dan belakangan hadir basis rudal FGM-148 Javelin Block I dan rudal NLAW (Next Generation Light Anti Tank Weapon).
Armbrust
Armbrust
800px-Armbrust_rocket_launcher_line_drawing_Iraq_OIG
Struktur Armbrust
C90-CR
C90-CR
Personel TNI AD tengah berlatih menembakkan C90-CR
Personel TNI AD tengah berlatih menembakkan C90-CR

Ciri khas pada segmen roket sekali pakai (disposable) adalah bobotnya yang jauh lebih ringan. Karena hanya dipergunakan untuk meluncurkan roket sebanyak satu kali, tabung peluncurnya cukup dibuat dari bahan ringan seperti fiberglass yang diperkuat. Pada tabung peluncur roket disposable juga tinggal dibuang setelah roketnya diluncurkan, penembaknya sudah bisa berperan sebagai infanteri yang bertempur seperti biasa. Sementara pada peluncur roket disposable seperti C90-CR dan Armbrust, yang ada hanya flip up sight, itupun cenderung ringkih karena bahannya terbuat dari plastik. Memasaknya sistem teleskop ke peluncur roket sekali pakai yang belum tentu align atau selaras antara titik tengah teleskop dengan titik perkenaan, dan harus ribet mencopot dan menyimpannya kembali karena harga per unit teleskopnya yang mahal. Tidak hanya roket anti tank yang disposable, rudal anti tank anyar TNI yakni FGM-148 Javelin Block I dan NLAW juga bersifat disposable pada tabung peluncurnya.
Beginilah pose perajurit infanteri dalam membawa NLAW
Beginilah pose perajurit infanteri dalam membawa NLAW
Rangkaian sistem Javelin.
Rangkaian sistem Javelin.

Sementara kubu roket reusable TNI diwakili oleh LRAC 89 dan RPG-7. LRAC mengusung konsep reload ala bazooka, dimana amunisi dimasukkan lewat breech (lubang belakang), ini menjadikan dimensi LRAC 89 lebih besar, namum hulu ledak terlindungi. Konsekuensi reusable adalah pada material peluncur harus dibuat dari bahan baja yang relatif tebal dan tentu saja agak berat untuk mampu menahan panas dari imbas peluncuran roket yang berulang-ulang.
Saat penembak RPG-7 dan LRAC 89 sudah kehabisan amunisi hulu ledak, tak ubahnya seperti membawa pipa besi yang tak bermanfaat sampai ia bisa mendapatkan pasokan amunisi kembali. Akan tetapi, peluncur roket reusable seperti RPG-7 jauh lebih relevan, kinerja akurasi tembakan bisa ditingkatkan lebih maksimal berkat dukungan teleskop optik yang terintegrasi. (Bayu Pamungkas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar